Monthly Outlook April 2017
Global Economic Review
- Pada pertemuan The Fed 14-15 Maret lalu, akhirnya The Fed kembali menaikkan suku bunganya sebesar 0,25% menjadi 0,75%-1%. Kenaikan ini sesuai dengan perkiraan sebelumnya berdasarkan pertimbangan kondisi ekonomi AS yang membaik, pasar tenaga kerja AS yang kuat serta laju inflasi yang meningkat menuju target The Fed.
- Presiden Trump yang mengajukan usulan RUU Kesehatan untuk menggantikan Obamacare, gagal meloloskan untuk voting di DPR AS karena tidak mendapatkan cukup suara dari Partai Republik. Hal ini menimbulkan pesimisme pasar akan kemampuan Trump untuk melaksanakan janji-janji kampanye nya termasuk penurunan pajak, kenaikan belanja infrastruktur dan reformasi aturan, yang selama ini diharapkan oleh pasar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi AS lebih cepat.
- Pemerintah Inggris menyatakan memulai proses Brexit secara resmi pada 29 Maret 2017. Dilain pihak Skotlandia berencana untuk melakukan referendum memisahkan diri dari Inggris dan tetap di Uni Eropa.
- The Fed tetap dengan proyeksinya bahwa akan terjadi kenaikan suku bunga The Fed sebanyak dua kali lagi pada tahun ini dan sebanyak tiga kali pada tahun depan. Selain itu The Fed juga memprediksi tingkat pengangguran akan turun pada level 4,5% tahun ini dan akan tetap pada level tersebut hingga akhir tahun 2019. Pertemuan The Fed selanjutnya dijadwalkan pada 2-3 Mei 2017.
- Kongres AS menghadapi batas waktu tanggal 28 April 2017 untuk meluluskan rencana belanja untuk sisa tahun fiskal yang akan berakhir pada 30 September, atau jika tidak pemerintah AS akan menghadapi penutupan sebagian. Rekomendasi Gedung Putih dapat meningkatkan kemungkinan penutupan pemerintah, karena banyak anggota Kongres akan merasa keberatan dengan pemotongan individual atau perubahan seluruh paket.
- Proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang dimulai pada 29 Maret lalu, masih menimbulkan ketidakpastian soal negosiasi yang akan berlangsung di antara kedua belah pihak. Proses tersebut akan berlangsung paling lama selama 2 tahun. Para pemimpin UE akan bertemu pada 29 April untuk membahas hal tersebut.
- Setelah hasil pemilu di Belanda pada bulan lalu direspon positif, perhatian pasar selanjutnya akan tertuju pada pemilu kepresidenan di Perancis pada 23 April mendatang.
- Pada bulan Maret 2017, terjadi deflasi sebesar 0,02% mom setelah pada bulan sebelumnya terjadi inflasi sebesar 0,23% mom. Sehingga untuk inflasi tahun kalender tercatat sebesar 1,19% ytd dan inflasi tahunan sebesar 3,61% yoy. Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga pada kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 0,66% dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,13%.
- Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2017 kembali mengalami surplus, yaitu sebesar USD1,32 miliar, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Januari 2017 yang sebesar USD1,43 miliar. Hal ini didorong oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang sebesar USD2,55 miliar, meningkat dari bulan sebelumnya USD1,99 miliar. Surplus ini disebabkan oleh penurunan impor non migas yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan ekspor non migas.
- Pada RDG BI 15-16 Maret 2017 lalu kembali memutuskan untuk mempertahankan BI 7 day Reverse Repo Rate tetap pada level 4,75% dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4% dan Lending Facility tetap sebesar 5,5%. BI tetap mewaspadai dan mencermati sejumlah risiko dari global dan domestik. Risiko yang ada diantaranya kebijakan perdagangan AS, kenaikan FFR dan geopolitik di Eropa. Sedangkan risiko domestik diantaranya perkembangan laju inflasi.
- BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2017 akan tumbuh relatif tetap kuat dibandingkan triwulan sebelumnya, yang didorong oleh investasi yang meningkat, konsumsi yang masih tinggi dan kinerja ekspor yang membaik. Untuk tahun 2017, BI memproyeksikan ekonomi Indonesia dapat tumbuh pada kisaran 5,0-5,5% yoy. Untuk inflasi diperkirakan masih dapat terjaga pada kisaran level 3-5% yoy. Untuk pertumbuhan kredit dan DPK perbankan pada tahun 2017 diperkirakan masing-masing pada kisaran 10-12% dan 9-11%.
- Pada awalnya pasar merasa optimis akan kenaikan peringkat Indonesia oleh S&P pada tahun ini. Namun terdapat indikasi bahwa S&P belum akan menaikkan peringkat Indonesia setelah terdapat komentar S&P bahwa keseimbangan fiskal Indonesia masih perlu kajian lagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lambat, serta adanya kekhawatiran akan memburuknya kualitas kredit perbankan akibat utang debitur yang tinggi, harga komoditas yang rendah dan utang dollar AS korporasi yang tinggi.
- Selama bulan Maret 2017 lalu, indeks Dax Jerman mengalami kenaikan terbesar yaitu 4,04% mom. Sedangkan selama periode Januari-Maret 2017, indeks Strait Times mengalami kenaikan terbesar yaitu 10,22% ytd. Sedangkan indeks N225 menjadi satu-satunya indeks yang mengalami pelemahan, yaitu sebesar 1,07% ytd, yang diduga disebabkan oleh penguatan yen Jepang.
- Indeks di bursa Wall Street selama bulan Maret 2017 ditutup mix dimana Dow Jones -0,72% mom, S&P500 -0,04% mom dan Nasdaq Composite +1,48% mom. Namun selama triwulan I 2017, masing-masing indeks membukukan kinerja positif yang antara lain ditopang oleh ekspektasi akan membaiknya ekonomi AS dan laporan keuangan emiten, meskipun pada bulan Maret timbul ketidakpastian politik dan pelaksanaan reformasi pajak yang dijanjikan oleh Presiden Trump.
- Selama Maret 2017, IHSG berhasil membukukan kenaikan sebesar 3,37% mom sehingga pada periode Januari-Maret 2017 tumbuh 5,12% ytd. Penguatan ini antara lain dipicu oleh ekspektasi positif dari ekonomi yang membaik, laporan keuangan emiten, pembagian dividen, serta sempat adanya harapan akan kenaikan peringkat oleh S&P.
- Selama bulan Maret 2017 dan selama triwulan I 2017, saham sektor pertambangan menyumbangkan kenaikan terbesar yaitu sebesar 6,63% mom dan 10,08% ytd, seiring dengan ekspektasi dan kecenderungan kenaikan harga komoditas, terutama batubara.
- Setelah kegagalan Presiden Trump untuk meloloskan RUU Kesehatan pada bulan Maret lalu, menimbulkan berkurangnya optimisme akan kemampuan Trump melaksanakan janji-janji kampanyenya, termasuk usulan pemangkasan pajak, kenaikan belanja infrastruktur dan reformasi aturan. Bursa Wall Street selanjutnya akan mencermati perkembangan data ekonomi AS, perkembangkan politik di AS serta earning season Q1 2017.
- Dari Eropa, pasar akan mengikuti perkembangan proses Brexit dan rencana referendum oleh pemerintah Skotlandia untuk melepaskan diri dari Inggris dan tetap di Uni Eropa. Selain itu pasar akan mencermati hasil pemilu di Perancis pada 23 April.
- Di pasar domestik, selain dipengaruhi oleh kondisi eksternal, pergerakan IHSG diperkirakan akan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan politik domestik, harga komoditas, nilai tukar rupiah, serta earning season laporan keuangan emiten triwulan I 2017 dan berbagai aksi korporasi emiten seperti pembagian dividen, reverse stock split dan rights issue.
- Hingga 31 Maret 2017, IHSG telah mencapai rekor tertinggi baru pada level 5606 dan ditutup pada level 5568. Investor asing melakukan akumulasi beli bersih sebesar Rp8,347 triliun. Untuk target IHSG pada tahun ini masih diperkirakan pada kisaran 5300-5800. Sektor-sektor yang dapat dicermati diantaranya pertambangan, perbankan, perkebunan, konstruksi, infrastruktur, properti dan konsumer.
- Cermati saham KLBF, PTBA, BSDE, BBNI, BBRI
Published on 2017-04-12 11:17:13 (GMT +7)