Monthly Outlook September 2017
Global Economic Outlook
• The Fed akan melakukan pertemuan pada 19-20 September mendatang. Diperkirakan The Fed belum akan menaikkan suku bunganya lagi pada pertemuan September, karena data inflasi yang belum mencapai target The Fed serta data nonfarm payrolls yang melambat pertumbuhannya. Namun masih terdapat potensi The Fed akan memulai melakukan pengurangan portofolio surat berharganya.
• Pemerintahan AS terancam tutup jika sampai batas waktu 29 September Kongres AS belum sepakat untuk menaikkan batas atas utang AS dan menyetujui undang-undang anggaran. Disisi lain Presiden Trump juga bersikeras bahwa Kongres AS harus menyetujui pendanaan pembangunan tembok perbatasan dengan Meksiko, jika tidak tercapai kesepakatan pendanaan tersebut Trump mengancam akan membiarkan pemerintahan AS tutup. Selain itu Trump juga mengusulkan adanya pemangkasan pajak perusahaan sebesar 15%.
• Proses negosiasi keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) kembali berlangsung pada akhir bulan lalu. Namun para pejabat kedua belah pihak pesimis bahwa akan tercapai kesepakatan pada Oktober mendatang. Brexit dijadwalkan akan dimulai pada Maret 2019. ECB dijadwalkan akan melakukan pertemuan pada 7 September untuk membahas kebijakan moneternya. Diperkirakan ECB akan melakukan langkah untuk meredam penguatan euro.
Domestic Economic Outlook
• Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 yang sebesar 5,01% yoy, lebih rendah dari periode sama tahun 2016 yang sebesar 5,18% yoy. Pertumbuhan ekonomi yang melambat ini akibat pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melemah, konsumsi pemerintah yang kontraksi serta kinerja ekspor yang melambat. Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2017 tetap pada kisaran 5,0-5,4% dan akan meningkat menjadi 5,1%-5,5% pada tahun 2018, serta menjadi pada kisaran 5,6%-6% pada tahun 2019.
• Dalam RAPBN 2018, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4%, target inflasi 3,5%, nilai tukar rupiah Rp13.500/usd dan harga minyak Indonesia USD48/barel.
• Inflasi masih relatif rendah dan terkendali. Bank Indonesia memprediksi kisaran inflasi tahun 2017 pada 3,0-5,0% dan pada kisaran 2,5%-4,5% pada tahun 2018. Bank Indonesia optimis laju inflasi masih akan relatif rendah dan terkendali karena didukung oleh masih cukupnya sisi penawaran dibandingkan permintaan, stabilnya nilai tukar rupiah, tren menurunnya inflasi global dan rendahnya risiko administered prices.
• Pertumbuhan ekonomi domestik yang cenderung melambat, laju inflasi yang relatif terkendali, nilai tukar rupiah yang stabil, serta risiko kenaikan suku bunga The Fed sudah mereda, sehingga diperkirakan masih terbuka potensi adanya penurunan suku bunga BI 7 day RR rate lagi pada tahun ini.
Indices Performance as of August 2017
• Selama bulan Agustus 2017 lalu, indeks SET Thailand mengalami kenaikan tertinggi, yaitu sebesar 2,71% mom. Sedangkan kinerja terburuk dicatatkan oleh indeks Sensex yang turun 2,41% mom. Untuk periode Januari-Agustus 2017, kinerja terbaik masih dicatatkan oleh indeks Hang Seng yang mengalami kenaikan sebesar 27,13% ytd. Sedangkan indeks All Ordinary mengalami koreksi 0,08% ytd.
• Selama bulan Agustus 2017, indeks Dow Jones, S&P500 dan Nasdaq Composite masing-masing membukukan kenaikan sebesar 0,26%, 0,05% dan 1,27% mom. Sedangkan selama periode Januari-Agustus 2017, masing-masing indeks juga membukukan kinerja positif yaitu sebesar 11,06%, 10,4% dan 19,42% ytd.
• IHSG selama bulan Agustus 2017 membukukan sedikit pertumbuhan sebesar 0,4% mom. Sentimen yang mempengaruhi indeks cenderung variatif, diantaranya seperti ketegangan politik antara AS dan Korea Utara, pertumbuhan ekonomi kuartal kedua yang di bawah perkiraan, penurunan suku bunga BI 7 day RR rate serta kenaikan harga komoditas.
• Pada Agustus 2017, saham sektor properti mengalami kenaikan terbesar yaitu 3,24% mom. Sedangkan selama periode Januari-Agustus 2017, sektor keuangan masih membukukan kinerja terbaik dan sektor perkebunan masih mengalami pelemahan terbesar.
Market Outlook On September 2017
• Indeks Dow Jones pada bulan Agustus lalu sempat mencapai level tertinggi baru di atas 22.000, yang antara lain dipicu oleh optimisme akan membaiknya ekonomi AS disaat suku bunga dan inflasi masih relatif rendah, serta ekspektasi akan adanya penurunan pajak sebesar 15% oleh pemerintahan Trump. Namun dilain pihak, ada beberapa sentimen negatif yang membebani penguatan indeks diantaranya konflik antara AS dan Korea Utara, serta potensi penutupan pemerintahan AS.
• IHSG pada bulan Agustus lalu sempat mencapai rekor tertinggi baru di level 5915, yang antara lain dipicu oleh sentimen positif dari penurunan BI 7 day RR rate sebesar 0,25% menjadi 4,5%. Penurunan suku bunga tersebut memicu harapan akan turunnya suku bunga deposito dan kredit sehingga masyarakat akan mengalihkan dananya dari tabungan dan deposito menjadi investasi di saham atau properti dan konsumsi sehingga akan dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Namun faktor negatif dari ketegangan politik akibat uji nuklir oleh Korea Utara membatasi penguatan indeks lebih lanjut.
• Target IHSG hingga akhir tahun ini diperkirakan masih pada kisaran 5655-6190. Bulan September merupakan akhir triwulan ketiga. Perlu dicermati adanya potensi window dressing pada akhir bulan ini dan antisipasi earning season pada bulan depan. Sektor yang prospektif diantaranya perbankan (BBNI, BMRI, BBRI, BBCA, BBTN), pertambangan dan yang terkait (ADRO, PTBA, ITMG, HRUM, DOID, UNTR), konstruksi (PTPP, WIKA, WSKT, WSBP), infrastruktur dan yang terkait serta konsumsi (ASII, UNVR, INDF, ICBP, KLBF)
Technical View
• Cermati saham BMRI, BBNI, AKRA, JSMR, KLBF
• The Fed akan melakukan pertemuan pada 19-20 September mendatang. Diperkirakan The Fed belum akan menaikkan suku bunganya lagi pada pertemuan September, karena data inflasi yang belum mencapai target The Fed serta data nonfarm payrolls yang melambat pertumbuhannya. Namun masih terdapat potensi The Fed akan memulai melakukan pengurangan portofolio surat berharganya.
• Pemerintahan AS terancam tutup jika sampai batas waktu 29 September Kongres AS belum sepakat untuk menaikkan batas atas utang AS dan menyetujui undang-undang anggaran. Disisi lain Presiden Trump juga bersikeras bahwa Kongres AS harus menyetujui pendanaan pembangunan tembok perbatasan dengan Meksiko, jika tidak tercapai kesepakatan pendanaan tersebut Trump mengancam akan membiarkan pemerintahan AS tutup. Selain itu Trump juga mengusulkan adanya pemangkasan pajak perusahaan sebesar 15%.
• Proses negosiasi keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) kembali berlangsung pada akhir bulan lalu. Namun para pejabat kedua belah pihak pesimis bahwa akan tercapai kesepakatan pada Oktober mendatang. Brexit dijadwalkan akan dimulai pada Maret 2019. ECB dijadwalkan akan melakukan pertemuan pada 7 September untuk membahas kebijakan moneternya. Diperkirakan ECB akan melakukan langkah untuk meredam penguatan euro.
Domestic Economic Outlook
• Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 yang sebesar 5,01% yoy, lebih rendah dari periode sama tahun 2016 yang sebesar 5,18% yoy. Pertumbuhan ekonomi yang melambat ini akibat pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melemah, konsumsi pemerintah yang kontraksi serta kinerja ekspor yang melambat. Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2017 tetap pada kisaran 5,0-5,4% dan akan meningkat menjadi 5,1%-5,5% pada tahun 2018, serta menjadi pada kisaran 5,6%-6% pada tahun 2019.
• Dalam RAPBN 2018, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4%, target inflasi 3,5%, nilai tukar rupiah Rp13.500/usd dan harga minyak Indonesia USD48/barel.
• Inflasi masih relatif rendah dan terkendali. Bank Indonesia memprediksi kisaran inflasi tahun 2017 pada 3,0-5,0% dan pada kisaran 2,5%-4,5% pada tahun 2018. Bank Indonesia optimis laju inflasi masih akan relatif rendah dan terkendali karena didukung oleh masih cukupnya sisi penawaran dibandingkan permintaan, stabilnya nilai tukar rupiah, tren menurunnya inflasi global dan rendahnya risiko administered prices.
• Pertumbuhan ekonomi domestik yang cenderung melambat, laju inflasi yang relatif terkendali, nilai tukar rupiah yang stabil, serta risiko kenaikan suku bunga The Fed sudah mereda, sehingga diperkirakan masih terbuka potensi adanya penurunan suku bunga BI 7 day RR rate lagi pada tahun ini.
Indices Performance as of August 2017
• Selama bulan Agustus 2017 lalu, indeks SET Thailand mengalami kenaikan tertinggi, yaitu sebesar 2,71% mom. Sedangkan kinerja terburuk dicatatkan oleh indeks Sensex yang turun 2,41% mom. Untuk periode Januari-Agustus 2017, kinerja terbaik masih dicatatkan oleh indeks Hang Seng yang mengalami kenaikan sebesar 27,13% ytd. Sedangkan indeks All Ordinary mengalami koreksi 0,08% ytd.
• Selama bulan Agustus 2017, indeks Dow Jones, S&P500 dan Nasdaq Composite masing-masing membukukan kenaikan sebesar 0,26%, 0,05% dan 1,27% mom. Sedangkan selama periode Januari-Agustus 2017, masing-masing indeks juga membukukan kinerja positif yaitu sebesar 11,06%, 10,4% dan 19,42% ytd.
• IHSG selama bulan Agustus 2017 membukukan sedikit pertumbuhan sebesar 0,4% mom. Sentimen yang mempengaruhi indeks cenderung variatif, diantaranya seperti ketegangan politik antara AS dan Korea Utara, pertumbuhan ekonomi kuartal kedua yang di bawah perkiraan, penurunan suku bunga BI 7 day RR rate serta kenaikan harga komoditas.
• Pada Agustus 2017, saham sektor properti mengalami kenaikan terbesar yaitu 3,24% mom. Sedangkan selama periode Januari-Agustus 2017, sektor keuangan masih membukukan kinerja terbaik dan sektor perkebunan masih mengalami pelemahan terbesar.
Market Outlook On September 2017
• Indeks Dow Jones pada bulan Agustus lalu sempat mencapai level tertinggi baru di atas 22.000, yang antara lain dipicu oleh optimisme akan membaiknya ekonomi AS disaat suku bunga dan inflasi masih relatif rendah, serta ekspektasi akan adanya penurunan pajak sebesar 15% oleh pemerintahan Trump. Namun dilain pihak, ada beberapa sentimen negatif yang membebani penguatan indeks diantaranya konflik antara AS dan Korea Utara, serta potensi penutupan pemerintahan AS.
• IHSG pada bulan Agustus lalu sempat mencapai rekor tertinggi baru di level 5915, yang antara lain dipicu oleh sentimen positif dari penurunan BI 7 day RR rate sebesar 0,25% menjadi 4,5%. Penurunan suku bunga tersebut memicu harapan akan turunnya suku bunga deposito dan kredit sehingga masyarakat akan mengalihkan dananya dari tabungan dan deposito menjadi investasi di saham atau properti dan konsumsi sehingga akan dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Namun faktor negatif dari ketegangan politik akibat uji nuklir oleh Korea Utara membatasi penguatan indeks lebih lanjut.
• Target IHSG hingga akhir tahun ini diperkirakan masih pada kisaran 5655-6190. Bulan September merupakan akhir triwulan ketiga. Perlu dicermati adanya potensi window dressing pada akhir bulan ini dan antisipasi earning season pada bulan depan. Sektor yang prospektif diantaranya perbankan (BBNI, BMRI, BBRI, BBCA, BBTN), pertambangan dan yang terkait (ADRO, PTBA, ITMG, HRUM, DOID, UNTR), konstruksi (PTPP, WIKA, WSKT, WSBP), infrastruktur dan yang terkait serta konsumsi (ASII, UNVR, INDF, ICBP, KLBF)
Technical View
• Cermati saham BMRI, BBNI, AKRA, JSMR, KLBF
Published on 2017-09-07 08:22:23 (GMT +7)